Biogas, Potensi Energi Terbarukan Strategis Indonesia

Di tengah upaya global menghadapi krisis iklim dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, dunia mulai mengambil langkah strategis menuju energi terbarukan. Negara-negara maju berlomba mengembangkan sumber energi ramah lingkungan seperti surya, angin, dan bioenergi. Indonesia pun tak tinggal diam—sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam dan limbah organik yang melimpah, Indonesia mulai memaksimalkan potensi energi terbarukan lokal, salah satunya melalui biogas.

Dirangkum dari eedp.org dan mdpi.com, biogas adalah energi bersih yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob—penguraian limbah organik tanpa oksigen—yang menghasilkan campuran gas, terutama metana (CH₄) dan karbon dioksida (CO₂). Sumbernya sangat beragam: dari kotoran ternak, limbah kelapa sawit (POME), limbah tapioka, hingga sampah kota dan lumpur IPAL. Selain mengurangi pencemaran, biogas bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, bahan bakar transportasi, maupun energi industri.

Biogas merupakan salah satu solusi energi terbarukan paling menjanjikan yang dihasilkan melalui proses fermentasi anaerob—yakni penguraian bahan organik tanpa oksigen—dari sumber seperti kotoran ternak, limbah kelapa sawit (POME), limbah tapioka, sampah kota, dan lumpur IPAL. Hasil dari proses ini berupa gas metana (CH₄) sekitar 50–70% dan karbon dioksida (CO₂), yang dikenal sebagai biogas mentah.

Mengapa Biogas Penting untuk Indonesia?

Indonesia adalah negara agraris dan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, yang menghasilkan jutaan ton limbah organik setiap tahun. Tanpa pengelolaan yang tepat, limbah ini dapat mencemari lingkungan dan melepaskan gas rumah kaca seperti metana secara bebas ke atmosfer. Biogas menawarkan dua keuntungan sekaligus: mengurangi pencemaran lingkungan dan menghasilkan energi bersih yang dapat dimanfaatkan secara lokal maupun komersial. Dengan potensi energi yang besar dan distribusi limbah yang tersebar luas di berbagai daerah, pengembangan biogas menjadi strategi nasional dalam transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.

Sumber dan Proses Produksi Biogas

gambar infografis seputar sumber biogas dari Helon Indonesia

Biogas dihasilkan dari bahan organik melalui proses fermentasi anaerob dalam digester tertutup. Beberapa sumber utama biogas di Indonesia meliputi:

  • Limbah peternakan

    Limbah seperti kotoran sapi, ayam, dan babi dapat diolah menjadi biogas karena mengandung bahan organik kaya karbon seperti selulosa, protein, dan lemak, yang sangat mudah diuraikan oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Saat dimasukkan ke dalam digester, mikroba-mikroba ini akan memecah zat organik tersebut dan menghasilkan gas metana (CH₄) sebagai produk utama—yang bersifat mudah terbakar dan dapat digunakan sebagai bahan bakar energi. Selain menghasilkan energi, proses ini juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan bau limbah ternak.

  • Limbah industri pertanian

Limbah hasil industri pertanian seperti POME (Palm Oil Mill Effluent) merupakan limbah cair dari proses pengolahan kelapa sawit yang kaya minyak, serat, dan senyawa organik—sangat potensial menghasilkan biogas berkadar metana tinggi melalui fermentasi anaerob. Karena volumenya besar dan bisa mencemari lingkungan, POME menjadi sumber energi terbarukan strategis di daerah penghasil sawit. Sementara itu, limbah tapioka yang kaya akan pati dari pengolahan singkong juga mudah difermentasi dan cepat menghasilkan biogas, terutama di sentra industri seperti Lampung dan Jawa Tengah. Pengembangan biogas dari bahan baku ini kini banyak dikembangkan oleh perusahaan pengolahan energi dari dalam dan luar negeri di Indonesia.

  • Sampah organik kota

Sisa makanan, daun, dan limbah basah lainnya termasuk dalam kategori sampah organik, yang kaya akan karbon, nitrogen, dan kelembapan—komponen penting bagi proses fermentasi anaerob. Saat dimasukkan ke dalam digester, mikroorganisme akan menguraikan kandungan organik ini dan menghasilkan gas metana sebagai hasil sampingannya. Jenis limbah ini mudah terdegradasi dan umumnya tersedia dalam jumlah besar di lingkungan rumah tangga, pasar, dan kawasan komersial. Oleh karena itu, pengolahan sampah organik menjadi biogas tidak hanya menjadi solusi pengelolaan sampah kota yang ramah lingkungan, tapi juga peluang menciptakan sumber energi lokal berbasis komunitas.

  • Lumpur IPAL

Lumpur IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) adalah endapan padat yang dihasilkan dari proses pengolahan air limbah—baik limbah domestik (rumah tangga) maupun industri—dalam sistem IPAL. Lumpur ini terbentuk dari akumulasi partikel organik, mikroorganisme, dan senyawa lain yang terpisah dari air selama proses seperti pengendapan, aerasi, atau filtrasi. Karena lumpur IPAL umumnya mengandung zat organik yang masih bisa terurai, ia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas melalui fermentasi anaerob, asalkan telah melalui proses stabilisasi dan pengurangan unsur toksik. Pemanfaatan lumpur IPAL untuk biogas sangat relevan di kawasan industri, perumahan padat, maupun instalasi pengolahan air limbah skala kota. Namun dikarenakan diperlukan investasi infrastruktur yang cukup besar, pengembangan biogas dari bahan ini cukup jarang ditemukan di Indonesia.

 

Proses ini melibatkan mikroorganisme yang memecah bahan organik menjadi gas metana dan karbon dioksida. Gas yang dihasilkan ditampung dan dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar.

Pemanfaatan Biogas: Dari Listrik Hingga Transportasi

Biogas dapat digunakan dalam dua bentuk utama:

a. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg)

Gas biometana yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memutar turbin gas atau mesin diesel, yang kemudian menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Pemanfaatan ini membentuk sistem Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), yang sangat cocok diterapkan di sektor industri dengan ketersediaan limbah organik melimpah, seperti pabrik kelapa sawit, peternakan besar, dan industri makanan.

Selain itu, PLTBg juga menjadi solusi efektif untuk wilayah terpencil atau daerah tanpa akses jaringan listrik PLN (off-grid) karena mampu menyediakan energi mandiri berbasis lokal. Keunggulan lainnya adalah kemampuan PLTBg untuk beroperasi secara berkelanjutan dan stabil, berbeda dengan pembangkit berbasis surya atau angin yang bergantung pada cuaca. Pemanfaatan ini tidak hanya mendukung ketahanan energi lokal, tapi juga mengurangi emisi karbon dan mengubah limbah menjadi sumber daya bernilai ekonomi.

b. Pemurnian Menjadi Biomethane / Bio-CNG

Biogas yang telah dimurnikan menjadi biomethane (biometana) atau Bio-CNG memiliki kandungan metana tinggi dan kualitas setara dengan gas alam, sehingga dapat digunakan dalam berbagai sektor. 

  • Bahan bakar transportasi
    Sebagai bahan bakar transportasi, biometana dapat digunakan pada kendaraan berbahan bakar gas seperti bus, truk, dan kendaraan operasional industri. Penggunaan ini membantu menekan emisi dan mengurangi ketergantungan pada BBM fosil.
  • Substitusi gas alam industri
    Sebagai substitusi gas alam di sektor industri, biometana dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembakaran, pemanasan, maupun proses produksi lainnya, terutama di wilayah yang tidak memiliki akses jaringan gas alam.
  • Injeksi ke jaringan distribusi gas seperti milik PGN
    Biometana juga dapat diinjeksi ke dalam jaringan distribusi gas nasional yang sudah ada (existing) seperti milik PGN, untuk disalurkan ke pelanggan rumah tangga, komersial, maupun industri.

Dengan ketiga skema ini, pemanfaatan biogas sebagai biomethane membuka peluang integrasi energi terbarukan dalam skala luas dan mendukung transisi energi nasional.

Potensi Energi Biogas di Indonesia

Berdasarkan estimasi World Biogas Association, potensi teknis biogas Indonesia mencapai sekitar 2.952 MW setara listrik. Potensi ini didominasi oleh sektor kelapa sawit dan limbah pertanian, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia—terutama di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan. Pengembangan biogas secara nasional tidak hanya bisa menekan impor energi fosil, tapi juga mendorong ekonomi sirkular dan memperkuat ketahanan energi daerah.

Regulasi dan Insentif Pemerintah

Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, termasuk biogas:

  • Feed-in Tariff (FiT)
    Berdasarkan Permen ESDM No. 27/2014, yang diperbarui menjadi Permen ESDM No. 3/2024, PLN diwajibkan membeli listrik dari PLTBg dengan harga Rp 1.050–1.400/kWh, ditambah insentif regional. 
  • Distribusi Biomethane ke Jaringan PGN
    Sejak tahun 2024, biomethane diperbolehkan masuk ke jaringan distribusi PGN, membuka akses pasar yang lebih luas bagi produsen Bio-CNG—baik untuk industri, transportasi, maupun pelanggan rumahan. 

Peran Penting Helon Explosion Proof di Industri Biogas

Helon Explosion Proof telah menjadi mitra tepercaya selama bertahun-tahun dalam memberikan keamanan electrical safety di sektor minyak & gas—industri yang menuntut standar keselamatan tertinggi.

Pengalaman tersebut kini diterapkan pada fasilitas biogas dan Bio-CNG: Helon menyediakan solusi luminasi/pencahayaan, box panel dan junction box untuk instalasi elektrikal dan control panel, cable gland fitting, serta aksesori yang bersertifikat Ex d/e/i dengan sertifikasi IECEX dan ATEX. Helon memberikan solusi perlindungan aset industri pengolahan dan pengisian biogas terutama untuk area Zona 0 maupun Zona 1, memastikan operasi biogas berjalan aman, andal, dan berkelanjutan sejak digester hingga stasiun pengisian.

Perlindungan di Zona 0

Bagian dalam digester dan jalur gas mentah di dekat kepala tangki termasuk Zona 0. Di area ini, motor agitator, sensor, maupun lampu inspeksi harus bertipe Ex d (flame-proof) atau Ex i (intrinsik-aman) agar, jika terjadi percikan internal, api tetap terkurung dan tidak memicu ledakan eksternal. Cable gland explosion proof dan sistem pengetanahan terpadu (grounding) menghilangkan muatan listrik statik turut dijadikan kewajiban instalasi elektrikal di area ini. Helon BDM7 dan BYS51 adalah pilihan ideal untuk instalasi kabel elektrikal dan lampu dengan fitur isolator dan anti korosi untuk instalasi elektrikal di area rawan ledakan seperti zona 0 di fasilitas pengolahan biogas.

Perlindungan di Zona 1

Area sekitar gas holder, katup-katup proses, dan vent flare tergolong Zona 1. Peralatan seperti lampu inspeksi/indoor seperti Helon BAK51 dan BYS51, seri Helon junction box dari Helon untuk instalasi, dan limit-switch katup seperti Helon DLXK dalam radius kritis wajib bertipe Ex d dan dilengkapi bonding strap untuk mencegah percikan akibat gesekan mekanik ataupun korosi. Perlindungan ini bukan hanya soal keselamatan personel; perlengkapan explosion proof akan mencegah berbagai kerusakan akibat ledakan yang dapat merusakkan kubah gas holder, pipa baja-karbon, dan instrumentasi bernilai ratusan juta rupiah yang dapat terpapar nyala balik atau jet-fire.

Perlindungan Aset & Kelangsungan Operasi

Dengan hadirnya Helon Explosion Proof ditempatkan di titik-titik kritis, fasilitas biogas sudah menutup tiga jalur bahaya utama—panas berlebih, percikan listrik, dan tekanan berlebih—sehingga:

  • Menghindari downtime akibat ledakan yang dapat menghentikan produksi selama berminggu-minggu. 
  • Memperpanjang umur peralatan (motor, pompa, sensor) dengan menghindari kerusakan termal dan mekanik. 
  • Mengurangi biaya asuransi dan meningkatkan peringkat keselamatan (HSE) fasilitas.

Jadikan setiap area fasilitas pengolahan biogas tetap aman dan produktif — percayakan perlindungan area Zona 0 dan Zona 1 kepada Helon Explosion Proof, mitra tepercaya yang telah teruji di industri energi dan kini siap menjaga keberlanjutan fasilitas biogas Anda. Untuk informasi lebih lanjut, dapat berkonsultasi secara gratis dengan tim sales engineer Helon Internusa Flamindo!

Bingung Menentukan Mana Produk
Elektrikal Explosion Proof Equipment yang Ideal untuk Bisnis Anda?
Temukan Solusinya bersama Tim Sales Engineer Kami!

Kabar Terbaru Seputar Industri Explosion Proof